Thoughts: (Membongkar) Stereotipe Perempuan di Masyarakat Kita
Siapa yang ngga pernah punya mimpi? Saya yakin sekecil apapun,
sesederhana apapun, semua orang pasti punya sesuatu yang diinginkan dalam
hidup. Tidak peduli apakah kamu laki-laki atau perempuan, apakah mimpimu itu
realistis atau tidak, mimpi membuat manusia tetap hidup. But well, who
cares if your dreams are unrealistic? Bagi saya, punya mimpi apapun
sah-sah saja. Perbedaannya memang ada pada proses mencapai mimpi tersebut, tapi
sebenarnya tetap sah-sah saja kan? Toh itu hak semua orang untuk memiliki mimpi.
Tulisan ini bukan hanya untuk kaum perempuan saja kok, tapi untuk semua orang dari jenis kalangan hahaha. Kenapa saya tulis judulnya, 'women's stereotypes' ? Karena memang hal itu yang ingin saya bicarakan di blog saya kali ini, dan juga karena kalau 'men's stereotypes' saya kurang paham hehe. If you are a guy and you're reading my blog, I encourage you to tell people about your gender stereotype as well! Hehe. Biar sama-sama paham tentang peran gender masing-masing.
Tulisan ini bukan hanya untuk kaum perempuan saja kok, tapi untuk semua orang dari jenis kalangan hahaha. Kenapa saya tulis judulnya, 'women's stereotypes' ? Karena memang hal itu yang ingin saya bicarakan di blog saya kali ini, dan juga karena kalau 'men's stereotypes' saya kurang paham hehe. If you are a guy and you're reading my blog, I encourage you to tell people about your gender stereotype as well! Hehe. Biar sama-sama paham tentang peran gender masing-masing.
Anyway, back to the topic. Di awal saya bicara tentang mimpi. Why did I start with dreams? Karena saya rasa hal itu paling dasar dan semua manusia pasti punya. Kadang saya bingung kalau ada orang yang menghakimi mimpi atau tujuan hidup orang lain. Kasus stereotipe perempuan yang paling sering terjadi adalah, misalnya ada perempuan yang masih muda dan memutuskan ingin meniti karirnya setinggi mungkin. Menjadi supervisor atau manager baginya belum cukup, sehingga ia ingin dapat mencapai posisi direktur, atau bahkan menjadi businesswoman. Pasti, ada saja orang yang akan mengomentari hidupnya dengan kalimat, "kapan nikahnya ya dia? Kerja melulu." atau "Kalau ngga cari jodoh dari sekarang nanti keburu susah lho." atau yang lebih klasik lagi, "Perempuan itu kan harusnya mikirin keluarga, menikah, punya suami dan anak, bukannya kerja terus." and many others things pretty similar with these.
Contoh lainnya, ngga terlalu berbeda tapi justru kebalikan contoh
diatas. Kalau perempuan yang masih muda memutuskan mau fokus pada karir dulu
dikomentari 'susah cari jodoh', nah begitu juga dengan perempuan (maybe
on her early 20s) yang memutuskan langsung ingin menikah dan memiliki
keluarga kecil di usia mudanya. Stereotipe orang-orang mengenai hal ini
biasanya adalah, "masih muda banget udah mau nikah, MBA ya?" atau "baru
lulus kuliah bukannya kerja dulu, malah langsung nikah, buang-buang uang
aja." dan tentunya, masih banyak komentar selain ini. Para
perempuan pasti paham maksud saya, kan hehe.
Please don't misunderstand, saya percaya bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama,
termasuk dalam meraih dan mewujudkan mimpi masing-masing. But because I
am a woman, I personally think that it has become a stereotype for women in our
society, untuk mendapatkan label yang demikian. Rasanya
ketika perempuan ingin memulai sesuatu yang tidak biasa, masyarakat akan
menganggap hal tersebut sesuatu yang salah.
"Seharusnya perempuan stay on safe track
aja, nikah iya, kerja iya, tapi biasa aja. Jangan keluar jalur dan mengerjakan
sesuatu yang ngga biasa." Pemikiran semacam ini sepertinya paling umum di
masyarakat kita, bahkan di era millenials saat ini. Again, don't
misunderstand. Pasti banyak juga orang-orang yang open-minded soal
ini, tapi kembali lagi, it
has become people's stereotype, bahwa perempuan sebaiknya ngga perlu
keluar jalur terlalu jauh. Saya masih muda dan banyak sekali yang ingin saya
coba. Mimpi saya terus bertambah, bahkan berganti mau ini, mau itu. But
those dreams help me to live my day-to-day life. Those dreams keep me alive.
![]() |
Source: https://resources.stuff.co.nz/ |
Well, I don't understand about marriage, tho, karena belum mengalami hehehe. Tapi saya paham bahwa laki-laki
punya pride tersendiri, dan akan tetap menjaga pride nya
bahkan setelah mereka menikah. (I'm sorry but I'm not gonna talk about
marriage any further because that's out of my hands now wkwk). Yang ingin
saya tekankan disini adalah kesetaraan gender atau
peran laki-laki dan perempuan yang seharusnya seimbang di masyarakat kita,
tidak lebih, tidak kurang.
Siapa bilang bahwa perempuan sebaiknya jangan punya income lebih
tinggi daripada laki-laki? (Terutama kalau sudah menikah, katanya).
Namanya income, gaji, honor, salary (atau apapun
disebutnya), pastinya harus sesuai dengan apa yang kita kerjakan. Kita bekerja,
kita dibayar sesuai pekerjaan kita, sesuai standar tempat kita bekerja, sesuai
standar negara. Yang bagi saya patut dipertanyakan adalah, kalau ada kasus
perempuan dan laki-laki, memiliki level yang sama di tempat kerja, tetapi salary mereka
berbeda karena masalah gender.
![]() |
Source: http://asheconomics.blogspot.com |
Data terbaru mengenai kesenjangan gaji laki-laki dan perempuan dirilis
oleh Korn Ferry Gender Pay Index, sebuah firma organizational
consulting asal Los Angeles, Amerika Serikat. Setelah meneliti 12,3
juta karyawan di 14.284 perusahaan di 53 negara di dunia, Korn Ferry menyatakan
bahwa secara global, jika membandingkan penghasilan yang diterima pria dan
wanita, pria memperoleh gaji rata-rata 16,1% lebih tinggi daripada wanita
(rappler.idntimes.com). Maaf kalau kesannya seperti nulis skripsi, but
I need to give you the real data instead of talking rubbish without data hehehe.
Menurut Korn Ferry,
kesenjangan ini lebih disebabkan karena adanya ketidakseimbangan tenaga kerja.
Terbukti, memang saat ini lebih banyak pria ketimbang wanita yang menduduki
posisi senior di manajemen perusahaan dengan fungsi dan gaji yang lebih tinggi.
Sedangkan wanita belum banyak yang menduduki posisi-posisi tersebut. Tentunya,
hal ini terjadi bukan karena
wanita memiliki keahlian dan kompetensi yang kurang dibanding pria, tapi ini
juga jadi tanggung jawab perusahaan untuk mendukung karier kaum wanita agar
dapat mencapai posisi puncak sesuai dengan kapasitas, keahlian, dan prestasi
mereka.
Di kota-kota besar
kesenjangan ini mungkin tidak terlalu terlihat. Tetapi di kota-kota kecil, di
pedesaan, atau bahkan di dusun-dusun, kegiatan pemberdayaan wanita masih sangat
perlu untuk tetap dilakukan. Bagi mereka, memiliki mimpi saja sudah merupakan hal
yang mewah, karena tidak semua bisa mereka lakukan karena ada banyak pilihan.
Contoh, menikah di usia muda karena pilihan tentu berbeda dengan menikah di
usia muda karena terpaksa, dan keterpaksaan itu bisa terjadi karena berbagai
faktor.
![]() |
Source: https://www.diversitycan.com/ |
So, if you can read
my blog in English and understand it without any problem, chances are you've
got a good education, are good enough to communicate in a foreign language, and are open-minded enough to see that this writing is not only meant for women but to
all of us as human beings.
Contoh-contoh
kasus yang saya sebutkan diatas hanyalah segelintir dari stigma tentang
perempuan yang sesungguhnya telah menempel sejak lama di masyarakat kita. Semua
orang boleh kok bermimpi, sangat boleh, dan sangat sah. Whether you are
men or women, dreams are for everyone, including the process to get there,
everyone can have it. Jadi, ini memang tantangan untuk semua orang
yang hidup di zaman ini. Can we break the stereotypes in our society?
The answer starts from you :)
Source:
Comments
Post a Comment